Saturday, January 25, 2014

Urgensi Pilih Pemimpin yang Se-Akidah

Ajaran Islam, sebagaimana termaktub dalam kitab suci al-Qur’an, secara jelas disebutkan bahwa kita dilarang mengangkat pemimpin dari kalangan kaum non-Muslim.

Firman Allah Swt: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang lalim. (surah al-Maaidah ayat 51)".

Dan: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil jadi pemimpinmu, orang-orang yang membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi Kitab sebelummu, dan orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik). Dan bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman. (surah al-Maaidah ayat 57)".

Serta: " Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu jadikan bapak-bapak dan saudara-saudaramu pemimpin-pemimpinmu, jika mereka lebih mengutamakan kekafiran atas keimanan dan siapa di antara kamu yang menjadikan mereka pemimpin-pemimpinmu, maka mereka itulah orang-orang yang lalim. (surah at-Taubah ayat 23)".

Sedemikian terangnya ayat-ayat al-Qur’an menyebutkan perihal larangan menentukan dan memilih pemimpin untuk umat Islam dari kalangan yang non-Muslim. Harusnya kita bertindak Sami’na wa-atho’na, kami dengar dan kami taat. Tentu kita selaku umat Islam tidak ada alasan untuk kita menolak firman Allah tersebut.

Tidak perlu melakukan pembelaan diri dengan mencari pembenaran dengan argumen apapun, sebab Allah tidak mungkin keliru menurunkan wahyu-Nya. Tidak mungkin pernah salah dalam berfirman. Jika kemudian kita menganggap pikiran kita, pendapat kita yang memilih orang non muslim sebagai pemimpin (entah apakah itu untuk jabatan Walikota, Wakil Walikota, Gubernur, Wakil Gubernur, Presiden, Wakil Presiden, anggota legislatif, dll adalah suatu kesalahan yang nyata.

Oleh karena itu, kita selaku umat Islam tentu harus menjadi umat yang cerdas di dalam proses hidup berdemokrasi saat ini. Sangat disayangkan jika di dalam komunitas masyarakat yang mayoritas wilayah (daerah) nya memeluk agama islam namun ada sebagai dari saudara sesama muslim lebih memilih calon pemimpin yang tidak se-aqidah, tentu sangat merugi, bahkan di dalam aqidah islam secara tegas di haramkan.

Dalam Ajaran islam telah di tegaskan bahwa mengenai urusan aqidah tidak bisa di tawar-tawar lagi, karena ini bersumber dari perwujudan rasa keyakinan dan keimanan kita kepada Allah SWT. Oleh sebab itu, dalam penentuan memilih seorang pemimpin langkah yang paling utama untuk menentukan kriteria calon pemimpin yang akan di pilih yang paling utama adalah: memilih calon pemimpin yang se-Aqidah, setelah itu baru di nilai aspek yang lainya, baik pendidikan, integritas, moralitas, jejak rekam, kinerja serta komitmen tinggi untuk berbuat yang terbaik bagi masyarakat (umat).

Untuk itu dalam menghadapi pesta demokrasi melalui Pemilihan Umum Legislatif 2014, kita mengharapkan agar umat islam bersatu padu untuk dapat memilih pemimpin se-aqidah yang terbaik, yang teruji dan terbukti nyata telah berbuat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Amin.

0 comments:

Post a Comment