Sunday, January 26, 2014

Mempertanyakan Prilaku Elit Politik???

Pelaksanaan Kehidupan Demokrasi di Indonesia yang sudah mengarah ke Demokrasi "ala ke-barat-baratan", telah banyak merubah prilaku komponen bangsa ini berprilaku jauh dari etika budaya timur yang mengedepankan nilai dan rasa hormat-menghormati, tenggang rasa, harga-menghargai, dan sifat kegotong-royongan.

Hancurnya etika politik yang di lakukan oleh para elite politik, tentu hanya menuruti dan meng­hambakan kepada hawa nafsu yang dekat dengan “kejahatan”, mandat suci (amanah) yang dipikul oleh elit politik diselewengkan sedemikian rupa, akibatnya para pengikut (pendukung) akan berbuat buruk seperti apa yang dilakukan oleh elit politik yang menjadi pemimpinya.

Dalam teori etika politik, setiap perbuatan harus bersandarkan pada pertimbangan yang etis yang berhubungan dengan kepantasan, menerima mandat dan amanah oleh elite politik yang kemudian harus menjadi tauladan  dan memberi ke­maslahatan kepada masyarakat (ummat).

Mengikisnya nilai etika para elit politik diakibatkan prilaku politik yang pragmatis, minim idealisme dan  sering absen dalam tugas pokok (kewajiban) namun sangat rajin dalam aktifitas-aktifitas ilegal. Wajah kegalauan semakin tergambar jelas pada demokrasi bangsa Indonesia ini .

Akibatnya hukum bisa terbeli, hukum dijual murah, di grosir oleh kepentingan politisi yang nakal. Hukum dikalahkan oleh keputusan politik yang disetting para bandar politik, dan yang paling menyedihkan di republik ini adalah hukum betul-betul hancur karena hampir semua proses penegakan hukum bermasalah.

Budaya penegak hukum yang kumuh, terjadinya pengingkaran sumpah dan transaksi kepentingan pragmatis, cerdas otak namun tidak cerdas hati, dan seringkali mengunakan dalil-dalil hukum untuk pembohongan publik, begitulah realitas yang terjadi saat ini.

Mengutip ungkapan Buya Syafi’i Maarif, “aktor elite yang tuna moral dan tuna tanggung jawab, kelakuan kebanyakan politisi terpasung dalam ruang yang sempit, pengap dan jangka pendek, sehingga demokratisasi konstitusional pincang serta lumpuh akibat pelbagai penegakkan hukum masuk lubang hitam kebohongan”.

Bangsa ini sedang mengalami kelumpuhan karakter, karena perilaku politisi yang menyimpang dari jalur etika dan moral agama, lumpuhnya karakter politisi bangsa Indonesia jelas-jelas tercermin dari kondisi bangsa yang memilukan hari ini.

Prilaku politikus "malpraktik" seringkali hanya sebatas pada semangat pragmatis dan oportunis, cenderung hanya sebatas pada masalah untung rugi, dan jauh dari masalah kemaslahatan rakyat. Untuk itu kita berharap agar prilaku para elit politik baik di tingkat pusat maupun daerah dapat mengajarkan etika politik yang baik kepada para penganut (pendukung) serta kepada masyarakat.

Hal ini mutlak dilakukan agar di tatanan masyarakat (gress root) para pendukung (penganut) tercipta bangunan iklim politik yang sehat, tidak saling menjegal, mengkotori dan selalu culas dalam kegiatan politiknya.

Sekarang ini banyak prilaku politik yang tidak sehat, di masyarakat banyak tindakan penganut (pendukung) elit politik yang berbeda partai dan dukungan saling memperlihatkan sikap arogan, saling ancam dan saling merusak perangkat (atribut).

Ini terjadi di tengah-tengah proses demokrasi yang sedang berlangsung dalam menyongsong Pemilu Legislatif 9 April 2014. Keaadaan ini, harus segera di antisipasi, salah satu cara yang paling ampuh adalah pemberian contoh (pendidikan politik) yang di berikan oleh elit politik, karena apapun tindakan yang di lakukan oleh pendukung (penganut) adalah cerminan dari prilaku elit politik itu sendiri.

0 comments:

Post a Comment